Pages

November 25, 2011

(Sok) Ngejazz

Upps...sudah akhir November, ya. Hohoho...hampir saja terlewat satu agenda wajib tiap akhir November: ngecek situs www.javajazzfestival.com. Untuk apa? Tentu saja hunting tiket early bird untuk acara JJF tahun depan. Beda harga tiket early bird dengan harga mendekati hari H bisa sampe 50%-nya. Yah, kalo dirupiahkan tentu saja lumayan banget karena buat saya harga tiket harian (daily pass) non early bird termasuk mahal. Jadi bisa dipahami kan kenapa harus diagendakan tiap tahun? Hehehe.

Saya suka jazz? Mmmm, sebenernya sih bukan. Awalnya saya ketularan Mimi. Dia lebih ngeh jazz daripada saya. Niat awal menghadiri acara ini di tahun 2007 lebih karena ini acara internasional. Saya yang minim pengalaman nonton konser besar (hanya Twilight Orchestra di ITS, Siti Nurhaliza di Pakuwon) pengen tahu bagaimana meriahnya Jakarta menyajikannya. Lagu-lagu dan penyanyi jazz yang saya kenal hanya sebatas Ermi Kulit, Mus Mujiono, Indra Lesamana. Tak kenal musisi jazz dunia. Eh, tak kenal atau jangan-jangan tidak ngeh mereka musisi jazz ya? Hehehe.

Sekalipun boleh dibilang buta jazz, saya menikmati festival ini. Terus terang, saya belajar menyukai jazz. Awalnya saya terheran-heran melihat Mimi yang kadang histeris, merem melek, berasa trance. Di tahun-tahun awal saya rajin nongkrongin stage-stage yang diperuntukkan musisi Indonesia yang sudah familiar macam Ireng Maulana n friends dan Dwiki Dharmawan Project. Kemudian berkenalan dengan Barry Likumahua yang jagoan metik gitar jazz dan Dira Sugandhi dengan suara emasnya. Saya ngefans mereka. Dua musisi muda Indonesia yang sangat potensial. Ke sini-sini walaupun tidak terlalu booming, Barry akhirnya punya album. Begitu juga Dira, yang albumnya 'Something About The Girl' bahkan direlease di Inggris dan tidak masuk ke Indonesia. Saya mupeng banget sama albumnya itu. Sama mupeng ngefans dengan penyanyinya. Hehehe.

Terus terang, mendatangi festival ini tiap tahun buat saya adalah semacam perburuan. Menemukan musik jazz yang genre, aliran atau apalah yang unik tapi enak di telinga..yang seringkali saya temukan bukan dari musisi yang familiar buat saya. Seperti Mr. Cuturuffo n friends dari Chili pada tahun 2009 lalu. Saya berasa trance karena sepanjang mereka bermain musik, saya tutup mata dan membiarkan tubuh saya bergoyang-goyang mengikuti irama. Musik mereka, nembus sampe ke hati. Mr. Cutturuffu yang saya temui di belakang panggung bertanya: you were really enjoy our music? Yang hampir saja saya jawab dengan pelukan erat dan cupika cupiki dengan bersemangat! Ups...hehehe.

Menonton JJF juga perpaduan antara perencanaan matang, fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan serta deg-degan menunggu kejutan. Perencanaan dimulai sejak perburuan tiket, penentuan mau nonton tiga hari berturut-turut atau hari tertentu, mau nonton siapa saja dan di stage mana saja terkait jadwal makan, shalat dan istirahat sejenak. Fleksibilitas dan kecepatan pengambilan keputusan terjadi ketika ternyata stage yang dituju terlalu penuh sesak dan tidak nyaman, jadwal molor dari rencana atau hal lain semacam beralih dari stage A ke stage B ternyata menemukan yang asyik di stage C. Hehehe. Deg-degan menunggu kejutan itu semacam memutuskan mengabaikan Tohpati di ruang mana yang sudah penuh sesak demi nongkrongin musisi tak familiar di ruang lain. 

Seru? Buat saya, iya! Karenanya sejak pertama kali nonton di tahun 2007, di tahun berikutnya saya dan Mimi rajin ngomporin teman masing-masing untuk bergabung. Karena ternyata, walaupun judul festivalnya adalah festival jazz...tapi musisi aliran lain juga sering manggung di sana, macam: Slank. Saya berhasil ngomporin mbak ini dan ini untuk bela-belain datang jauh-jauh dari Surabaya. Terakhir kali kami nonton rame-rame di tahun 2010, walaupun kami tak sreg dengan tempat acara yang pindah dari JCC ke JI Expo Kemayoran.

Tahun 2011 saya memutuskan absen sehubungan kepergian Mimi di Oktober 2010. Saya tak tahan membayangkan nonton JJF tanpa Mimi. Tapi untuk tahun depan, saya sudah siap walau saya putuskan hanya nonton pas hari Sabtu tanggal 3 Maret 2012. Saya tidak ingin terpenjara dalam rasa kehilangan terlalu lama. Kalau Mimi masih ada, dia pasti mau saya bersenang-senang di JJF bersama teman-teman. Seperti yang biasa kami lakukan.  

Teman-teman yang biasa jalan bersama sudah saya kompori. Tiket bahkan sudah saya beli. Saya berharap seandainya mungkin, bisa bertemu teman-teman blogger di sana. Sungguh. Jadi kalau ada yang berminat...selamat berburu tiket yaaaa. Beli yang early bird. Percayalah....sensasi puasnya berbeda. Hehehe.

JJF 2009 - dengan Mr. Cuturuffu at back stage. Putih-gemuk-kriwul-ramah...gemess :))



Tim senang2 JJF 2010

Ga kenal siapa penyanyinya, yg penting narsis :))

Anggota Tim Senang-Senang JJF 2010 yg telat datangggg

with Dira Sugandi @ JJF 2009...sexy bener dia...suaranya yahud

love Dira...love Dira...love Dira...hehehe

November 21, 2011

Donat - Brekele

Brekele. Itu nama panggilan kasir kami tercintah. Makhluk ajaib yang tak pernah saya bayangkan bakal gabung dengan tim Keuangan di kantor ini. Rambut kriwul cepak, mata ngantuk, wajah sok polos (padahal tengil). Sebelum bergabung di Keuangan, dia staf di bagian Diklat. Kata orang, saya adalah musuh bebuyutannya di kantor. Apa pasal? Karena hampir setiap kali berurusan dengannya, saya mesti ngomel panjang pendek kali lebar. Salah hitung uang perjalanan dinas, salah/ kurang dokumen pendukung tagihan, salah ini-salah itu, sudah dikasih penjelasan nggak mudeng-mudeng....Ya, pada intinya saya serba salah: ngomelin terus kok ya nggak baik didengarnya; kalo nggak diomelin kok ya pengen ngomelin...Lho? Hehehe.

Pada awal tahun 2009, bagian Keuangan di kantor kami nyaris kolaps. Bukan karena duit, tapi karena saya terancam tak punya staf: satu resign setelah cuti melahirkan, kasir tercintah dipromosikan menjadi supervisor SDM. Dari daftar nama yang disodorkan manajemen untuk mengisi kekosongan itu, saya memilih si Brekele. Saya merasa, sekalipun dia sering bermasalah dengan kami, setidaknya saya melihat si Brekele ini  sok polos, punya integritas yang baik dan mau belajar hal-hal baru. Buat saya, itu modal yang cukup untuk bergabung di Keuangan, walaupun harus mengajarinya dari nol karena basic pendidikannya adalah STM.

So far sih so good-lah kinerja si Brekele ini. Eksekusi transaksi kas lewat sistem informasi terintegrasi tak ada kendala yang berarti. Cek opname kas oke walaupun kadang-kadang ada salah hitung. Juga terbukti dia jauh lebih bisa sabar menghadapi macam-macam customer yang dalam kasus tertentu bisa bikin saya bete dan manyun. Pokoknya, saya senang dia bergabung dengan kami walaupun kadang-kadang saya mumet memikirkan bagaimana kelanjutan jenjang karirnya yang melenceng jauh dari disiplin ilmunya itu. Lebih mumet lagi kalo dia sudah menunjukkan wajah 'bosan mbakkkkkk....ndak ada kerjaan yang lebih menantang?'. 

Tapiiiii saya batal mumet dan kasihan kalo inget kelakuannya yang bikin saya yang ceriwis dan bawel ini langsung speechless atau bengong mendadak. Yang kira-kira macam begini:

---
"Brekele, klaim penggantian obat tidak boleh diserahkan kepada pegawai sebelum kau entry dokumen ke dalam sistem. Ini berlaku untuk siapapun. Kita harus fair. Lagipula itu untuk memudahkanmu cash opname. Oke? "
"Mbak Rona...kapan nikah? mau cari yang gimana lagi, sih? tuh di belakang kan banyak yang single. udah, pilih saja satu yang disukai. lebih muda juga gpp. nanti saya bantuin deh."
"...." 
  
---
"Brekele, ada pengumuman baru nih. Hari rabu nanti kita disuruh cuti bersama. Hari selasa-nya kan tanggal merah, jadi libur dua hari kita".
"Kalo hari rabu diliburkan, berarti selasa-nya masuk ya, Mbak?"
"...."
  
---
"Brekele, coba lihat...ini foto siapa di hape-ku"
"Lho, itu foto-ku ya? Kapan ngambilnya?".
"Wooo...ketahuan ya, ngaret setengah jam karena tidur siang di K3...Hayooo ngaku".
"Ah, bukan....itu bukan foto-ku".
"Lah tadi yang awal-awal ngaku itu fotomu...siapa coba?".
"Ihhh, mbak Rona gak boleh gitu, dong....gak boleh itu ngambil foto orang tidur sembarangan. Harus ijin dulu, tau".
"...."
  
---
"Brekele, jadi nih patungan buat kado nikah si Mamad? Sendiri-sendiri aja kali ya? Terserah aja masing-masing mau ngasih berapa atau mau ngado apa."
"Jangan, mbak Rona...kita patungan aja. Itu lebih baik."
"Lebih baik gimana?"
"Kalo barengan kan kelihatan gede...Soalnya saya kan bisa ngasihnya dikit, jadi ndak ketahuan."
"...."  

---
"Brekele, ini tasmu? Kupindah di kursi ini, ya".
"Mbak Rona kursusnya mau duduk situ?"
"Ya iyalah. Aku kan telat, ga bisa milih bangku. Lagian yang kosong kan tinggal bangku ini."
"Tas saya kesiniin deh. Mbak Rona duduk di sini saja."
"Lah kamu mau kemana?"
"Aku duduk di bangku kosong itu. Aku mau duduk deket cewek cakep itu."
"...." 

 ---
"Ada berita apa di kursus kemaren, Nani? Aku ndak bisa datang, kudu pulang ke Cibinong."
"Eh, tau nggak mbak...Si Brekele lho ngomong gini: enak ya kalo pas kursus brevet pajak ndak ada mbak Rona...bisa duduk deket cewek cakep. Coba kalo ada mbak Rona, pasti dicerewetin."
 "...." 

---
"Brekele, kalo untuk kompetensi perpajakan kamu tak kasih level 1 dari skala 5 ya. Itu level pemula. Pak Irsam yang senior kukasih level 2  karena kalian kan baru kursus brevet pajak. Kalo Pak Irsam lebih tinggi karena sehari-hari kan setidaknya berurusan dengan PPN dan PPh 23."
"Ah, biarin belum lulus brevet...saya dikasih level 3 atau 4 aja, mbak...biar nilai saya ntar gede."
"Ngawur. Ini nanti kompetensimu diuji lho sama orang pusat. Bisa jelek nama baik-ku kalo kamu ga sesuai levelnya."
"Ah, pusat gampanglah mbak...nanti saya ndak bawa-bawa nama mbak Rona deh."
"...."

---
"Siapa yang ngambil donat meses coklat di mejaku? Itu kan late lunch-ku. Sudah kusisihin di kardus sendiri. Brekele, kamu yang ngambil ya? Tadi siang selesai aku shalat dhuhur kan di ruangan cuma ada kamu, Agung, dan anak PKL. Hayooo...."
"Bukan, Mamad kali yang ngambil..."
"Lho, Mamad kan ijin pergi nonton final sepak bola? Gak mungkin dia, wong dia ga doyan roti."
"Anak PKL kali yang ngambil..."
"Tuh, Adi dan Agus bilang nggak...hayo ngakuuu..."
"Nani kali yang ngambil...."
"Lah, Nani berangkat shalat bareng aku. Balik ruangan bareng aku, abis itu ndak kemana-mana lagi..".
"Muharom kali yang ngambil...".
"Yaelah, dia lapor ke KPP dari pagi belum pulang-pulang...hayo ngakuuuu. Perutku sakit nih. Itu kan makan siangku secara tadi breakfast jam 10. Udah, ngaku aja. Btw, kok kamu ndak nuduh Agung?".
"Ndak berani hehehe...". 
"Lah, kamu sama Agung ndak berani nuduh. Tapi berani ngambil donatkuuuuu...."
"Udah sabar aja, mbak Rona.."
"Sabar bagaimana maksudmu? Mulai perih ini perutnya. Jam segini di mana-mana cuma ada mie instan. Ogah."
"Yaaaa, sekalian aja dianggap puasa..."
"Ih, puasa itu niatnya dari pagi...masa dari sore..."
"Udah, minum air putih yang banyak..nanti pasti kenyang.."
"...."

Besok pagi jadwal saya mesti medical chek-up. Sore ini, karena perut melilit dan kelaparan akibat hilangnya donat itu..akhirnya nekad beli nasi bebek goreng ekstra (daging bebek-nya dua). *lapar apa doyan ya?*. Pokoknya kalo hasil medical chek-up saya jelek...salahkan Brekele! Huehehehehe...*ngeles nomor satu sedunia*

November 09, 2011

Ga Rajin Baca = Panen Telo !

Masih keingetan supplier yang marah-marah di depan meja kemarin. Bisa dimengerti sih, di jaman yang mengagungkan 'time is money'...duit yang ketahan ga dibayar-bayar sungguh menyesakkan. Mengacaukan cashflow mereka karena ada modal kerja yang tertahan atau bunga yang harus dibayar atas pinjaman modal tersebut. Yah, tapi mau bagaimana lagi. Keuangan kan hilir dan tameng terakhir, saringan terakhir proses hulu ke hilir. Kalo dari hulu sudah mengandung masalah, dihilirnya bakal kena batunya. Bisa sih dicuekin aja, langsung bayar aja, masa bodoh anggap tak tahu apa-apa, tapi yaa...hati nurani pasti berontak karena masalahnya kan biar bagaimanapun menyangkut keuangan negara. Jadi, kalau urusan dimarah-marahin supplier mah sudah biasaaaa. Tapi kalo keseringan nyesek juga ya. Siapa yang berbuat, siapa yang menuai marah-marah.....*hahahaha*

Eh, pada tau 'telo' gak? Itu bahasa Jawa untuk ubi rambat manis yang dagingnya ada yang kuning, putih atau ungu. Jaman masih di Surabaya, itu biasa jadi sebutan untuk menyela kebodohan or ke-oon-an seseorang. Frame-nya sih becandaan antar teman dekat, tapi tetep aja berasa gimanaaa kalo dicela begitu *hehehe*. 

Akhir tahun lalu, sempet dapat dampratan model begini dari Yang Dipertuan Agung Senior Manajer Keuangan di kantor pusat. Kaget juga, secara dah lama ga denger istilah 'telo' sejak pindah ke Bekasi. Frame-nya sih tetep becandaan karena beliau ini notabene 'close friend'-lah, teman belajar jaman pendidikan CFA dulu. Apa sebab dicela? Karena eh karena saya nekad mengirimkan tagihan supplier ke pusat padahal belum saya baca tuntas itu kontrak dan kesesuaiannya dengan dokumen terlampir, sedangkan isi kontrak mengandung umpan pasal-pasal yang bertentangan. Si Bapak didamprat Sang Maharaja, dan melampiaskannya pada saya. Hahaha...maaf ya, pak....akhir taon mah di unit ini suibuk buk. Selain karena derasnya tagihan yang datang, juga terbatas orangnya. Alesan, padahal itu mah karena saya sedang bosannnnnnnnnnnnnn mipili ketidaksesuaian proses dari hulu. *hahaha*.

Jadi begitulah, demi tidak 'panen telo' lagi...ke sini sini, saya jadi lebih rajin baca kontrak dan kesesuaian dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembayarannya. Tapi ini jadi bumerang juga kalau dari hulu prosesnya sudah mengandung keruwetan. Saya jadinya sering dimarahi supplier karena bagaimanapun saya mbela yang menggaji saya *hahaha*.

Oh ya, saya juga ogah sering-sering panen telo karena kalo banyakan makan itu produksi gas di perut bakal meningkat....*gak nyambung...hahaha*

November 07, 2011

Message in a Blog


Depok, 28 September 2009

Siapa namanya? Pemuda tampan dalam kereta? Setiap hari, jam yang sama, kereta yang sama. Gerbong yang sama dan tempat duduk yang itu-itu saja.

Kereta AC ekonomi balik dari Stasiun Tanah Abang ke Stasiun Depok untuk kembali lagi ke Tanah Abang. Jam 06.45 WIB tiba di stasiun Pondok Cina. Gerbong dua, tempat duduk pinggir kiri dekat pintu kereta. 

Wahai pemuda tampan yang tampak bersahaja, dimana rumahmu? Pastinya bukan rumah, apartemen mungkin? Atau kos-lah yang paling memungkinkan. Aku selalu menantikan kedatanganmu, kemunculanmu. Kadang itu membuat hariku menjadi sedikit indah untuk dilalui delapan jam ke depan. 

Kau memakai jaket cokelat, kadang abu-abu atau hitam saja. Dengan kemeja putih dan celana jeansmu yang lusuh. Bagiku kau tampak luar biasa. Seperti baru saja keluar dari catwalk pertunjukan model di kota mode Milan atau Paris. Berkacamata dan membawa koran kompas atau republika. Hahahahaha...kau pasti tak menyadarinya....kau selalu berkerut jika melihat ibu-ibu di sebelahmu bergosip. Sepertinya kau kenal. Tapi tidak juga. Mungkin seperti aku, mereka pengagummu? Hari ini mereka mengeluh tentang mahalnya gula, kemarin tentang Mulan Jameela..entah besok siapa yang menjadi korbannya. Aku hanya tertawa jika kau  mengernyit dan menggelengkan kepala melihat kumpulan ibu-ibu itu. Aku membayangkan juga, mungkin aku akan menjadi seperti mereka beberapa tahun mendatang....lucu juga.

Kau membawa handphone keluaran lama. Kotak, serius persis kaya kamu, Si Tuan Muda, begitu aku selalu menyebutmu. Membuat aku penasaran apa yang kau bicarakan atau apa yang kau cari di kotak Nokia seri lama itu. Serius sekali, kadang kau juga terseyum walau sering juga menghela napas  panjang. Semua aku suka....original, tidak dibuat-buat. 

Kadang aku melirikmu. Mencari-cari sesuatu di jarimu. Apa ada yang melingkar, mengikatmu? Kuperhatikan, tidak ada. Mungkin memang tidak ada? Atau kau sedang mencari yang kedua? Entahlah, aku hanya sibuk mereka-reka dalam anganku. 

Dua hari aku tak melihatmu. Aku rindu. Bisa kutahan rinduku dengan harapan akan berjumpa kembali denganmu esok hari. 

Kereta api itu terlalu cepat datang. Aku harus menunggu 45 menit untuk melihatmu. Pegal juga duduk di bawah atap stasiun Pondok Cina. Semangat dalam dadaku masih membara, berharap berjumpa denganmu hari ini. Wahai Tuan Muda.

Masuklah aku di gerbong tiga. Menghela napas panjang, agak kecewa karena tidak akan dapat melihatmu lagi hari ini. Tapi ternyata, kau digerbang ini juga. Disanalah dirimu Tuan Muda, duduk dalam tidurmu, nyenyak sekali. Aku seakan melihat pemandangan indah dalam lukisan karya entah siapa. Sepertinya kau tahu aku rindu dan ingin melihat dirimu lebih lama dari biasanya.

Sekelebat aku melihat ada gadis berjilbab di sebelah kirimu. Memandangmu manja dan penuh perhatian. Jantungku berdetak lebih keras dari biasanya. Bergemuruh dadaku dengan sendirinya. Apa aku tidak salah? Salah juga, apa daya. Aku hanya bisa mengira-ira. Pemuja rahasia ataukah lebih dari pemuja? Aku tidak mau tahu Tuan Muda. Aku hanya ingin memandangmu saja sehingga hariku menjadi sedikit lebih indah delapan jam ke depan. Biarlah kau milik siapa. Aku tak perduli. Aku hanya menikmati khayalku denganmu Tuan Muda.

Dari pengagummu yang selalu naik kereta yang sama.

---

Tulisan Mimi, tersimpan rapi dalam salah satu folder di lapie-nya. Diposting ke blog ini  tanpa mengedit apapun. Diposting dengan judul lebay yang terinspirasi film lama: Message in a Bottle, dibintangi Kevin Costner, diangkat dari buku Nicholas Spark dengan judul yang sama. Saya cuma kepikiran seandainya saja bisa bertemu sang 'Chaterine' dalam tulisan Mimi; Tuan Muda itu. Pengen tau orangnya seperti apa karena Mimi tak pernah sekali pun cerita. Rasanya mustahil, ya. Mimi saja tidak tahu namanya, yang bersangkutan juga tak merasa punya secret admirer. Hahaha...saya ini kenapa, toh? *garuk-garuk kepala*

Mungkin, mungkin saja...saya sedang ingin meyakinkan diri sendiri bahwa 'keajaiban' itu bisa terjadi, bahkan untuk sesuatu yang dalam hitungan saya: tidak mungkin terjadi.

November 01, 2011

Sudut Malam

...
" yang 512 fotonya bagus. nyeni..."
" iseng, nungguin yang pada main kartu..."
" kalo fotoku, sudah kupublish dibarengi puisi itu..."
" judule opo..."
" sudut malam...kubikinkan puisi ya, nanti kuedit ama fotonya..."
" iya deh. mana suka diambil..."
...




Sampai sekarang, tak bisa merangkai satu kata-pun menjadi sebuah puisi. Ya, pada dasarnya memang tak pandai membuat puisi *hahaha*. Jadi teringat sebuah karakter di film X-Men yang kutonton di layar televisi dua hari lalu: seorang mutan di laboratorium Alcatraz yang menjadi pemicu ditemukannya serum injeksi penyembuh mutan. Mutan itu punya kemampuan menghilangkan kemampuan mutan yang berada didekatnya. Somehow jadi merasa, ketidakmampuan merangkai kata itu krn aku mutan dan kamu anti mutan itu *ngaco*.
 ...
" ndak bisa merangkai kata. kata2nya ilang. ga bisa buat puisi. maaf ya..."
" biarin aja. gpp..."
"fotonya jadi desktop background :D"
...

pengen sekali bilang: bidang gelap difotomu itu "aku banget"...hiks hiks...


Half Purple and Blue Butterfly