Pages

Agustus 30, 2005

KEPOMPONG ITU

kepompong yang tergantung di daun jambu itu mendengar
kutukmu yang kacau terhadap hawa lembab ketika kau
menutup jendela waktu hari hujan

kepompong itu juga mendengar rohmu yang bermimpi dan
meninggalkan tubuhmu: melepaskan diri lewat celah pintu
melayang di udara dingin sambil bernyanyi dengan suara
bening dan bermuatan bau bunga

dan kepompong itu hanya bisa menggerak-gerakkan
tubuhnya ke kanan-kiri, belum saatnya ia menjelma kupu-
kupu; dan kau tahu, ia tak berhak bermimpi


Sapardi Djoko Damono
Perahu Kertas
1982

(pagi ini: mengikuti kata hati)

Agustus 24, 2005

BEGITU INDAH

Kondisi jalur tol Surabaya – Gresik bagi yang pernah melewatinya atau yang terbiasa melewatinya pastilah menuai banyak kritikan. Pertama, antrian panjang di pintu tol pada jam-jam sibuk pagi dan sore yang seringkali terjadi karena dari empat pintu tol hanya dibuka dua atau malah sebiji (!) padahal volume kendaraan melimpah. Lalu kondisi jalan yang tambal sulam karena tiada hari tanpa perbaikan. Ditambah lingkungan sepanjang tol yang kering kerontang karena sejauh mata memandang hanya akan tampak tambak garam, pabrik, gudang, area pembuangan sampah. Belum lagi puluhan truk, trailer, bus atau kendaraan berat beroda minimal 8 buah yang hilir mudik di sepanjang jalur ini. Kesimpulannya: tidak nyaman baik bagi pengendara maupun penumpang (terutama untuk yang kendaraannya tidak memakai pengkondisi udara alias AC).

Tiga tahun hilir mudik dari Surabaya – Gresik – Surabaya: pagi dan sore, membuatku kebal dengan segala kondisi yang terhampar di sepanjang jalan tol. Asalkan tidak panas, tidak gerah dan bisa balik ke Surabaya dengan cepat (baca: nebeng gratis), itu sudah cukup buatku. Seingatku jarang kulihat pemandangan yang menyejukkan mata apalagi hati. Jarak yang terbentang kuhabiskan dengan ngobrol atau becanda dengan teman-teman, baca buku, pasang walkman, atau tidur. Pemandangan apalagi yang bisa kau harapkan sepanjang jalur tol Surabaya – Gresik? Selain tambak, gudang, pabrik?…

Tapi, hari Sabtu kemarin ada yang berubah. Perjalanan Surabaya ke Gresik memberiku pemandangan yang berbeda. Pemandangan daratan yang tersaji masih sama seperti biasanya. Tapi tidak dengan pemandangan langit diatasnya. Dua kali aku mendapatinya.

Pertama….

Sore itu cuaca cerah. Matahari yang hampir tenggelam menyisakan larikan cahaya merah jingga di antara gugusan awan di sebelah kiriku. Indah. Pemandangan yang sesungguhnya biasa-biasa saja karena banyak ditemui di tempat dengan view yang lebih bagus. Yang membuatnya istimewa adalah…karena cahaya merah jingga di antara gugusan awan itu dalam penglihatanku membentuk suatu pemandangan yang luar biasa.

Pernah berdiri di atas puncak bukit atau gunung dan melihat view di bawah? Seperti itulah sudut pandang yang kudapat. Aku, duduk di dalam taksi, tapi yang kurasakan seperti aku sedang berdiri atau melayang di atas sebuah tempat yang tinggi, tinggi sekali dan sedang melihat ke bawah…ke hamparan gunung dan perbukitan dibawahku yang tersusun dari larikan cahaya merah jingga. Aku merasa kecil, kecil sekali…karena pemandangan itu menurut perasaanku besar dan luas. Asli, aku terpesona dengan perasaan campur aduk antara nggak percaya (ucek2 mata) dan haru (nahan2 tangis plus ngelus dada karena jaim ama supir taksi).

Kedua…

Malam harinya, sepulang dari Gresik, pada jalan tol yang sama, sekali lagi aku menyaksikan sebuah keindahan yang lain. Aku, duduk diam di belakang taksi yang kutumpangi sambil menikmati alunan musik. Lagu-lagu oldies yang lembut. Malam itu langit cerah dan tak berawan. Bulan purnama masih menyisakan ¾ bentuknya. Sepanjang jalan gelap gulita karena tidak ada lampu dan tak ada kendaraan yang melintas. Yang ada hanya bayangan pohon di pinggir jalan. Biasa saja. Tapi jadi tidak biasa ketika aku dengan iseng menempelkan pipiku di kaca dan melihat ke luar. Sekali lagi aku tertegun, diam. Bulan di atas, pantulan sinar bulan di permukaan air tambak, bayangan pohon yang berlarian, kerlip lampu yang membentuk garis dikejauhan, gelap di sekitar, bersama membentuk suatu pemandangan ‘hitam’ yang indah. Begitu tenang, dan menentramkan. Aku yang terhanyut tiba-tiba merasa seperti terlempar dan menemui kemegahan dalam kegelapan yang begitu pekat dan tak bertepi. Semua gelap dan aku menyatu dalam gelap. Aku hilang dan yang tersisa hanya kegelapan. Subhanallah…

Dua kali dalam kurun waktu 4 jam aku disajikan pemandangan semegah itu. SEMEGAH ITU. Apa makna dibalik semuanya? Aku tidak tahu….Aku tidak tahu…

Yang dapat kutangkap hanyalah bahwa Allah itu Maha Besar.
Bahwa aku bukan siapa-siapa.
Seharusnya, tak ada yang perlu kukuatirkan, kutakutkan, kuresahkan, jika aku hanya berlindung pada-Nya.
Subhanallah…
Astaghfirullah…

Pemandangan itu masih sama, hanya saja sekarang aku melihatnya dengan cara yang berbeda.


(Inikah jawaban dari semua pertanyaan ketika tantangan menghadang di depan. Seharusnya tak ada yang perlu kukuatirkan…)

Agustus 15, 2005

RAPAT, RAPET, REPOT

RAPAT
Dua minggu terakhir jadwal rapat malang-melintang di agenda kerjaku. Hal yang sama berlaku juga untuk si eneng. Bahkan agenda miliknya lebih gila-gilaan lagi. Maklum, pegang kinerja. Jadi no time for blog ya neng :p

Diawali dengan rapat penajaman anggaran 2006 di kantor pusat. Ini prosedur baru. Walau diselingi acara tunggu jadwal dan harus bolak-balik dua hari ke kantor pusat, adu argumentasi yang kacau dengan tim pusat, revisi investasi di sana-sini (thanks God operasi gak perlu direvisi) plus kondisi badan yang drop, akhirnya total satu minggu acara ini selesai. Untuk sementara. Heh…

Kedua, rapat Forum Kajian Teknik. Kalau ini aku bisa ngeles dengan cantik. Liat susunan panitia, cari nama, cari posisi. Ok, the same job as usual. Jadi? Nggak ikut juga gpp huehehe. Cari alasan yang tidak bisa ditolak bos kecil: ngurusin pendanaan unit mandiri. Mendesak. Sorry, emang iya kok :p

Ketiga, rapat tujuhbelasan. Ini yang bikin bete. Nggak tau kapan susunan panitia dibentuk, nggak tahu kapan mulai action, tiba-tiba disodorin harus ikut rapat kecil sie bazaar dan perlombaan di UP. Mana mepet lagi… Edan kan…Tahun lalu aku bisa ngeles karena ada Zus Mirah tapi tahun ini nggak bisa karena posisi beliau diganti si eneng. Jadi mesti ikutan karena sama-sama nggak pengalaman. Fiuh….Mana bos UP nyuebelin lagi. Bossy, nggak ngehargain orang, argggghhhhh….Walhasil sepanjang beliau ngomong ini dagu gak pernah nunduk. Suebel! Untung gak jadi big bosku (judesku lagi kumat).

RAPET
Jadwal ketiga jenis rapat tersebut emang rapet. Tapi dua rapat tertama nggak jadi masalah karena dikerjain tim. Tapi yang ketiga? Walaupun ada tim tapi dari UBHAR hanya aku dan eneng aja buat ikutan ngurusin ibu-ibu Persatuan Ibu seru sekaliannya. Walah…Untung aja ada Zus Mirah ama Mpok Etty yang bersedia membantu. Nggak ada problem berarti untuk karyawati. Tapi menghadapi ibu-ibu PI…wow…Kebayang gak siy dua manusia cantik nan muda belia menghadapi para senior hehehehe.

Sebenernya acara bazaar plus omzetnya gak gede-gede amat. Stand juga cuma 20 doang. Itupun udah dibagi rata masing-masing 10 stand buat ibu UP dan UBHAR. Tapi gak tau kenapa feelingku gak enak aja kalau nanti final meeting digelar. Soalnya pas acara itu kan kita pada matok jenis barang ama harganya. Jadi nego-negoan ceritanya.

Tuh kan, bener. Pasar kalah rame hehehe. Etika rapat nggak dipakai, “saur manuk” sepanjang acara (kasihan aku ama Pak Suntria n Pak Wisnu :p), protes sana-sini, ngedumel sana-sini, balapan ngomong sana-sini…Fiuh….

Aku kasihan ama si eneng. Wajahnya udah merah-padam-merah nahan emosi plus ditekuk-tekuk macam kertas lipat tiap kali para ibu ‘bersuara” menggebu-gebu dan gak penting gitu lho :p. Untung duduk paling depan, jadi segala ekspresi gak kelihatan hehehe.

Walhasil, setiap kali ada ibu yang ngomong dan kutenggarai wajah eneng berubah, aku langsung kreatif cari-cari bahan pembicaraan yang garing-garing untuk mengalihkan perhatian. Walau nggak sepenuhnya berhasil, setidaknya eneng bisa ketawa-ketiwi. Menyelamatkan kesehatan jiwa, ceritanya :p

REPOT
Repot ngadepin ibu-ibu di final meeting, repot berikutnya menjelang. Mana aku tahu kalau tahun ini karyawati menerima job bikin parcel buat anak-anak 750 buah! Huaa….. Itu diluar persiapan stand khusus karyawati, lagi.

Aku udah ngebayangin weekend kemaren mesti berkutat dengan para parcel itu. Ternyata eneng juga memikirkan hal yang sama walau dengan tegas ditolaknya kerja di hari minggu. Aku juga siy…:p. Tapi untungnya hari jumat kemaren setelah dikeroyok rame-rame segala ‘maha pekerjaan’ itu 90% berhasil diatasi. Yang 10% persen sambil jalanlah…Alhamdulillah….

Entah kerepotan apa lagi yang bakal datang. Yang jelas, keinginan untuk bersantai dan hanya jadi penonton di acara tujuhbelasan cuma jadi impianku dan eneng semata…heh…Kapan ya bisa tujuhbelasan santai :D

(peringatan pertama kemerdekaan serepot ini gak ya…jadi mbayangin hehehe)

UP = pembangkitan
UBHAR = pemeliharaan

Agustus 12, 2005

PAKE "P" BUKAN "F" *

Adakah hal lain yang lebih baik dari seorang sahabat selain kejujurannya berkata-kata dan kesungguhannya menepati janji? Untukku, itu sudah berlebih. Walaupun konsekuensinya aku harus siap menerima jawaban, alasan dan analisa yang memerahkan telinga, mengaduk emosi dan kadang membuatku speechless untuk setiap pertanyaan yang kuajukan.

Adakah hal lain yang lebih menyentuh dari seorang sahabat selain kesediaannya meluangkan waktu dan menjadi pendengar yang ‘baik’? Padahal tekanan dan kesibukannya menjalani hidup hanya menyisakan sedikit ruang dan waktu untukmu?

Adakah hal lain yang lebih berharga dari seorang sahabat yang selalu kau ingat saat senang atau ketika kesedihan menghimpit hati? Walau untuk itu kau harus menahan diri untuk tidak menyusahkannya dengan segala cerita yang mungkin tidak penting?

Allah telah mengijinkanku bertemu dengan seorang sahabat yang demikian adanya. Aku bersyukur karenanya.

Jadi sahabat, berhentilah mengajukan segala tanya: Mengapa? Berhentilah menjelaskan segala hal yang tidak perlu. Walau mataku tak tahu, mata hatiku melihatnya jelas.

Karena aku yang mendengarkanmu, dengan hati. Karena aku yang merasa, dengan hati. Karena aku yang menilai, dengan hati.

(Menatap haru langit mendung pagi ini. Mengenang sms yang terlambat dibalas dini hari ini)

* = Normatip, bukan Normatif ('new' word for me :p)

Agustus 11, 2005

LULLABY SEMALAM

…………
Kuikrarkanhatiuntukmaju
melangkahpergiMenerobosdinding
dindinggelapiniTakkupertanyakanlagi
sepertiwaktuituPernahkuterjebaktanpasatu
temanmenemanikuKetika(selagi)akutenggelamdalam
kesunyianiniKucobamendamaikanhatikuSepatutnyaakumampu
melaluinyaMenjejakkankakikumeretaskanjiwa(Melangkahkankaki
kumenujucahaya)Tegaskandirikuuntukmelewatkanhari
DengankeyakinanhatiakukumilikiBiarakuikhlaskan
peluhkubasahijiwakuSiramihatiku…akuakan
tetapterusmelangkah
…………
menerobos gelap - PADI


(when i finally decided to quit from the game)

Agustus 10, 2005

SAJAK GOMBAL SEDUNIA 2

terpukau, terpana, aduh...

(sekuel punyanya si Sava)

Agustus 08, 2005

GEDUBRAK…!!!

Sabtu siang itu, di pertigaan jalan Dharmawangsa tepat di depan Graha Amerta. HP-ku bergetar. Dari Hary; sebaris pesan berbunyi:
“Ron, aku tak bunuh diri yo. Bete”.
Hah? Gedubrak!!! Aku terlonjak kaget. Ucik ngomel-ngomel karena motor jadi oleng. Bunuh diri? Hari gini? Kenapa pula ini anak…
Balasan SMS-ku tidak dijawab. Di depan Mr. Clean kucoba hubungi. Tidak diangkat. Kucoba lagi. Kali ini diangkat. Langsung kuberondong pertanyaan: “Assalamualaikum. Har…Har…kau kenapa? Kau dimana? Sekarang ama siapa? Kau gak popo tah? Istighfar Har…nyebut…jangan aneh-aneh gitu ah…”
Tidak ada jawaban. Yang ada malah dia tertawa ngakak nggak berhenti-henti. Aku jadi bengong. Lho?
“Kaget yo…Aku di kantor ini, lembur. Baca SMS-ku aja ya”.
HP-nya dimatikan. Aku bengong di antara tatapan heran pengunjung Mr. Clean.

Beberapa menit kemudian baru aku sadar. SMS yang panjang dan bertubi-tubi menyadarkanku. Aku dikerjain. Masalah yang dihadapinya ternyata tak separah yang kuduga. Masalah yang sama dari waktu ke waktu. Apalagi kalau bukan…:D

SMS pertama adalah shock terapi, pancingan atau apa saja lah yang selalu dengan sengaja dilakukannya jika dia dalam masalah dan butuh tempat curhat. Aku lupa kebiasaannya karena terus terang lama sekali aku tidak curhat-curhatan dengannya. Terakhir adalah kasus patah hati yang menghabiskan pulsanya 300 ribuan dalam rangka curhat padaku yang sedang pendidikan di Muara Karang. Itu dua tahun yang lalu. Aku memang jarang ketemu dia. Sebagian karena sengaja kubatasi, sebagian lagi karena aku malas ketemu dengannya (kejamnya daku :p). Kami hanya bertemu di resepsi pernikahan teman, tidak sengaja ketemu di jalan, atau janjian ketemuan rame-rame yang seringkali berujung batal.

Aku tidak bisa benar-benar marah pada Hary. Segala bentuk intervensi dalam upaya mencari perhatian yang dilakukannya hanya akan berbuah omelanku dan memaafkan diujung-ujungnya. Karena aku sendiri juga seringkali melakukan hal yang sewenang-wenang. Jika aku bosan, kubilang bosan. Jika aku marah, ya langsung aja marah. Jika aku malas ketemu atau bicara, ya kubilang aja apa adanya.

Kami memang dekat walaupun tidak seperti yang dibayangkan orang-orang. Aku, Maya, Mona dan Hary adalah empat sekawan jaman kuliah dulu. Maya dan Hary jika diumpamakan adalah Tom dan Jerry. Maya sebel dengan keceriwisan Hary. Sebaliknya Hary bete dengan kejudesan Maya. Hary mengagumi Mona. Berjilbab, cantik, smart, santun, tipe menantu idaman para ibu katanya. Dan aku? “Rona? Oh, Xena the warrior princess?” Gedubrak!!!

Walau begitu di kampus Hary setia menguntitku kemana-mana, kecuali ke kamar kecil tentunya. Pernah ada satu masa aku merasa terganggu dengan tingkah lakunya yang kuterjemahkan sebagai “memberi tanda pada daerah kekuasaan”. Aku pahami betul alasan dibalik tingkah lakunya yang tidak bisa kuceritakan. Tapi waktu itu kesabaranku benar-benar pada batasnya. Aku menjauh selama satu semester. Hasilnya? Aku tak tega hehehe. Wajah memelas dan pertanyaan-pertanyaan “Mengapa? Apa salahku?” berhasil meruntuhkan kesebalanku.

Akhirnya, ya begitulah. Kami berempat baikan lagi. Belajar bareng, makan bareng, jalan bareng, sampai lulus kuliah…hamper barengan. Tapi lulus kuliah tidak mematahkan semangatnya menggerecokiku. Buktinya telpon-telpon, sms, email-email, curhat-curhat dilakukannya tak peduli di belahan bumi sebelah mana aku berada. Aku tidak keberatan walau pada akhirnya, pada saat hijrahku, aku berterus-terang padanya akan membatasi segalanya. Walau awalnya manyun, akhirnya ia bisa menerima karena seperti katanya: “Gak ada yang bisa ngertiin aku seperti kamu”. Gedubrak!!! Waduh…

Sekarang aku yang kebingungan sendiri. Seandainya, seandainya nih, aku sudah tidak sendiri lagi nanti. Bagaimana aku harus menjelaskan tingkah lakunya yang slonong boy ke suamiku? Hiks…

(Kebayang gak sih, Neng?)

MEMBEBASKAN

untuk jiwa yang terjaga dalam doa:

rentangkan sayap dan terbanglah
kutitipkan doa pada setiap badai
dan angin sepoi…

agar pada setiap kepakan
kaumaknai kebebasan…


(mengeja kebebasan dengan membebaskan)

Agustus 05, 2005

EMPAT BULAN LAGI

“Empat bulan lagi ya, Ron…”
“Empat bulan lagi ya, mbak…”
“Empat bulan lagi ya…tak tunggu.”

Pernyataan ini beredar di kalangan tertentu di kantorku. Diawali dari komunitas yang rajin nebeng mobil Pak Totok setiap hari dari Surabaya – Gresik – Surabaya sampai akhirnya menyebar di antara ‘golongan muda’ di kantorku. Aku tidak pernah menyangka kalau jawaban sewotku ke Pak Totok diterima dengan begitu serius.

Jawaban sewot? Iya, jawaban sewot ke Pak Totok karena beliau rajin sekali menggodaku, mengolok-olok dan melempar joke-joke yang selalu ku-smash dengan cantik. Aku tidak tahu apa yang membuatku akhirnya mengeluarkan pernyataan itu. Mungkin karena waktu itu aku sedang gak mood melayani ledekannya atau karena waktu itu aku sedang ‘meradang’ karena sedang menjalani ‘metamorfosisku’. Entahlah.

Tapi dampaknya ternyata cukup heboh. Pak Totok menerimanya sebagai tantangan bahwa empat bulan lagi aku ‘melangsing’. Para gadis menerimanya sebagai isyarat bahwa akan ada ‘undangan’ yang kusebar. Entah apa yang ada di otak para jejaka karena dengan kurang ajarnya aku memang memberi imbuhan: “Kalau mau ngasih sesuatu gampang aja kok…buku atau bunga Lily putih saja sudah cukup”.

Jika diperhatikan, persepsi setiap orang memang berbeda-beda tapi semuanya mengharap kebaikan terjadi padaku. Karenanya aku menganggapnya sebagai doa. Bukti bahwa mereka semua perduli dan menyayangiku. Terima kasih.

Empat bulan lagi…aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Yang pasti empat bulan lagi adalah bulan November. Umurku akan bertambah satu tahun. Kontrak hidupku dengan-Nya berkurang satu tahun dan berakhir entah kapan. Itu rahasia-Nya.

Empat bulan lagi, Insya Allah, aku akan menggenapkan hidupku di dunia ini ke angka 30 tahun. Apapun yang telah, sedang dan akan terjadi aku berusaha dan berharap angka itu tidak sia-sia karena aku harus mempertanggungjawabkannya dihadapan-Nya, kelak. Amiin.
Half Purple and Blue Butterfly